Pengertian Globalisasi – Globalisasi adalah berasal dari kata Globalization. Global artinya dunia sedangkan lization artinya adalah proses. Secara bahasa arti Globalisasi adalah Suatu proses yang mendunia, suatu proses yang membuat manusia saling terbuka dan bergantung satu sama lainnya tanpa batas waktu dan jarak.
Setelah memproklamasikan kemerdekaan, ternyata Indonesia tidak lantas terlepas dari ketegangan-ketengangan antarkelompok masyarakat lho, Beberapa wilayah yang berada di Indonesia menolak untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, salah satunya Maluku. Kalian tahu kenapa? Nah, di artikel ini kita bahas mengapa beberapa wilayah tersebut tidak setuju dengan didirikannya NKRI, hingga berujung pemberontakan Republik Maluku Selatan.
Didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia, menimbulkan respon dari masyarakat Maluku Selatan saat itu. Seorang mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur, Mr. Dr. Christian Robert Soumokil, memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan pada tanggal 25 April 1950. Hal ini merupakan bentuk penolakan atas didirikannya NKRI, Soumokil tidak setuju dengan penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Dengan mendirikan Republik Maluku Selatan, Ia mencoba untuk melepas wilayah Maluku Tengah dan NIT dari Republik Indonesia Serikat. Berdirinya Republik Maluku Selatan ini langsung menimbulkan respon pemerintah yang merasa kehadiran RMS bisa jadi ancaman bagi keutuhan Republik Indoensia Serikat. Maka dari itu, pemerintah langsung ambil beberapa keputusan untuk langkah selanjutnya.Tindakan pemerintah yang pertama dilakukan adalah dengan menempuh jalan damai. Dr. J. Leimenadikirim oleh Pemerintah untuk menyampaikan permintaan berdamai kepada RMS, tentunya membujuk agar tetap bergabung dengan NKRI. Tetapi, langkah pemerintah tersebut ditolak oleh Soumokil, justru ia malah meminta bantuan, perhatian, juga pengakuan dari negara lain lho, terutama dari Belanda, Amerika Serikat, dan komisi PBB untuk Indonesia.
Ditolaknya mentah-mentah ajakan pemerintah kepada RMS untuk berdamai, membuat pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan ekspedisi militer. Kolonel A.E. Kawilarang dipilih sebagai pemimpin dalam melaksanakan ekspedisi militer tersebut. Kalian tahu ngga beliau itu siapa? Beliau itu adalah panglima tentara dan teritorium Indonesia Timur. Ia dirasa mengerti dan paham bagaimana kondisi Indonesia di wilayah timur.
Akhirnya kota Ambon dapat dikuasai pada awal November 1950. Akan tetapi, ketika melakukan perebutan Benteng Nieuw Victoria, Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur. Namun, perjuangan gerilya kecil-kecilan masih berlanjut di Pulau Seram sampai 1962. Setelah itu, pada tanggal 12 Desember 1963, Soumokil akhirnya dapat ditangkap dan kemudian dihadapkan pada Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta. Berdasarkan keputusan Mahkamah Militer Luar Biasa, Soumokil dijatuhi hukuman mati. Nah, setelah RMS mengalami kekalahan di Ambon, serta Soumokil yang telah dijatuhkan hukuman mati, pada akhirnya pemerintahan RMS mulai mengungsi dari pulau-pulau yang di tempati sebelumnya dan membuat pemerintahan dalam pengasingan di Belanda. Sebanyak 12.000 tentara Maluku bersama keluarganya berangkat ke Belanda setahun setelahnya. Pada akhirnya pemberontakan RMS berhasil dihentikan oleh pemerintah Indonesia.
Peristiwa awal terjadinya pemberontakan PKI Madiun dan siapa yang menjadi dalang dibalik pemberontakan tersebu? Nah jadi terjadinya pemberontakan PKI di Madiun itu berawal dari upaya yang dilakukan oleh Amir Syarifuddin untuk menjatuhkan kabinet Hatta.
Nah untuk melancarkan hal tersebut, tanggal 26 Februari 1948 dia membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) di Surakarta. FDR sendiri terdiri dari Partai Sosialis Indonesia, PKI, Pesindo, PBI, dan Sarbupri. FDR memiliki startegi untuk bisa menjatuhkan kabinet Hatta kala itu. Berikut beberapa strategi yang dilakukan FDR.
Strategi yang diterapkan FDR :
FDR berusaha menumbuhkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dengan cara melakukan pemogokan umum dan berbagai bentuk pengacauan.
FDR menarik pasukan yang berada dalam medah perang untuk memperkuat wilayah yang dibinanya.
Madiun dijadikan sebagai basis pemerintah sedangkan Surakarta dibuat sebagai daerah kacau untuk mengalihkan perhatian TNI kala itu.
Didalam parlemen, FDR mengusahakan terbentuknya Front Nasional yang mempersatukan berbagai kekuatan sosial politik untuk menggulingkan Kabinet Hatta.
FDR sendiri lambat laun melebur menjadi satu dan dikendalikan oleh PKI, hal itu terjadi sejak Muso kembali dari Uni Soviet. Setelah itu, PKI menyusun dewan politik dimana Muso diangkat sebagai ketua sedangkan Amir Syarifuddin sebagai sekretaris pertahanan.
2 tokoh itu kemudian menyebarkan berbagai propaganda-propaganda di berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menjelek-jelekan pemerintah kala itu. Selain itu, mereka juga menyebarkan program-program yang akan PKI lakukan.
Awal Mula Pemberontakan PKI Madiun 1948
Setelah meyebar berbagai desas-desus yang menjelek-jelekan pemerintah, selanjutnya PKI kembali membuat kerusuhan dengan mempertajam persaingan antara TNI yang pro-PKI dan yang pro pemerintah, dan pada akhirnya terjadilah pemberontakan PKI Madiun (Madiun Affair).
Pasukan pro pemerintah (Divisi Siliwangi) dan pasukan pro-PKI (divisi IV) saling bentrok. Akhirnya pemerintah menunjuk Kolonel Gatot Subroto sebagai Gubernur Militer untuk wilayah Surakarta, Pati, Semarang, dan Madiun pada tanggal 11 September 1948. Setelah seminggu bentrok, akhirnya pasukan pro-PKI dapat dipukul mundur dari Surakarta pada tanggal 17 September 1948.
Namun ternyata, serangan yang dilancarkan di Surakarta itu adalah pengalih perhatian saja. Setelah hampir semua pasukan di bawa ke Surakarta, membuat Madiun menjadi sangat mudah untuk dikuasai oleh pihak PKI. Sumarsono dan Letnan Kolonel Dahlan yang notabene pro-PKI melakukan perebutan kekuasaan di Madiun tanggal 18 September 1948.
Tidak sekedar menguasai saja, tetapi PKI juga melakukan perbuatan-perbuatan keji seperti mialnya melakukan penangkapan dna pembunuhan pejabat sipil, militer, dan pemuka agama. Setelah itu mereka mendirikan pemerintahan Sovier Republik Indonesia di Madiun.
Kudeta tersebut berlangsung ketika Muso dan Amir Syarifuddin berada di Purwodadi, tak lama setela itu, mereka berdua menuju ke Madiun untuk mengambil alih pimpinan. Hal itulah yang menunjukkan bahwa pemberontakan di Madiun 1948 didalangi oleh PKI.
Presiden kita kala itu Ir. Soekarno mengambil sikap tegas. Dengan memperhatikan suara rakyat, beliau akhirnya memutuskan untuk membabat habis PKI dengan cara mengepung dan menyerang dari dua arah. Serangan tersebut dipimpin oleh Kolonel Sadikin dari Divisi Siliwangi di sebelah barat, sedangkan sebelah timur serangan dipimpin oleh Kolonel Sungkono.
Rakyat juga tidak diam, mereka membantu pemerintah untuk merebut kembali kota Madiun. Akirnya tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil dikuasai oleh TNI. Muso tewas tertembak di Ponorogo sedangkan Amir Syarifuddin tertangkap di Purwodadi. Setelah itu dilakukan operasi pembersihan dan operasi dinyatakan selesai.
Hai semua, kali ini saya ingin berbagi materi tentang Pemberontakan DI/TII di berbagai wilayah di Indonesia. Pemberontakan DI/TII atau Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia ini terjadi diberbagai wilayah di Indonesia. Misalnya di Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Untuk lebih jelas mengenai apa yang terjadi pada peristiwa ini nanti akan saya berikan kronologis atau peristiwa terjadinya pemberontakan DI/TII diberbagai tempat tersebut.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Tujuan dari pemberontakan itu tidak lain adalah untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Kronologis pemberontakan ini berawal dari hasil perjanjian Renville yang ditandatangani pada 8 Desember 1947 yang mengharuskan pasukan TNI untuk meninggalkan Jawa Barat dan pergi ke Jawa Tengah.
Namun, pasukan Hisbullah dan Sabilillah yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo tidak mau untuk ikut pergi ke Jawa Tengah, malahan dia membentuk sebuah pasukan yang mana semuanya dijadikan sebagai Tentara Islam Indonesia. Markas utama dari pasukan tersebut berada di Gunung Cepu.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat ini bertujuan untuk membangun negara yang berlandaskan Islam dan ingin memisahkan diri dari negara Indonesia, dan pucaknya pada tanggal 7 Agustus 1949 dimana S.M. Kartosuwiryo mengumumkan kalau Negara Islam Indonesia (NII) telah berdiri.
Terdengar kabar kalau Pasukan TNI (Divisi Siliwangi) kembali dari Yogyakarta yang mana membuat NII menjadi terancam, maka dari itu, Divisi Siliwangi tersebut dicegah agar tidak masuk ke Jawa Barat. Nah pada akhirnya terjadilah bentrok antara pasukan DI/TII Kartosuwiryo dengan Divisi Siliwangi.
Pemerintah bereaksi melihat hal tersebut. Awalnya, pemerintah melakukan pendekatan persuasif, yaitu mengajak untuk berunding dan menyelesaikan masalah dengan tanpa senjata. Namun karena tidak terjadi kesepakatan, akhirnya pemerintah bertindak tegas dengan melakukan operasi militer.
Tahun 1960 dilancarkanlah Operasi Pagar Betis di Gunung Geber oleh pasukan TNI dan bantuan rakyat. Operasi tersebut berhasil memukul mundur pasukan Pemberontakan DI/TII Jawa Barat dan akhirnya Kartosuwiryo tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah terjadi setelah masa pengakuan kedaulatan. Walaupun terjadi di tempat yang terpisah, namun saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Amir Fatah, seorang tokoh yang menjadi komandan tempur di Jawa Tengah yang diangkat oleh Kartosuwiryo memimpin pemberontakan tersebut. Untuk meredam pemberontakan tersebut, Divisi Diponegoro membentuk pasukan khusus yang diberi nama Benteng Raiders. Di Kudus dan Magelang, Batalion 426 yang menyatakan diri bergabung dengan DI/TII menjadi masalah yang serius. Nah untuk menumpak pemberontakan tersebut, dibentuklah operasi yang diberi nama Operasi Merdeka Timur dengan Letnan Kolonel Soeharto sebagai pemimpinnya.
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan
Ibnu Hajar, mantan Letnan dua TNI adalah tokoh penting yang berkaitan dengan Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan ini. Ia membentuk sebuah gerakan yang diberi nama KRYT (Kesatuan Rakyat yang Tertindas) yang mana menjadi salah satu gerakan dibawah naungan DI/TII Kartosuwiryo
Gerakan ini sudah banyak membuat kekacauan di Kalimatan Selatan. Tercatat sejak Oktober 1950 gerakan ini sudah mengacau dengan menyerang pasukan TNI dan berbuat keributan.
Pemerintah tidak tinggal diam melihat hal tersebut. Awalnya pemerintah memberikan inisiatif baik yaitu dengan menyuruh gerakan KRYT untuk menyerahkan diri. Namun justru hal tersebut dimanfaatkan oleh Ibnu Hajar untuk memperoleh senjata.
Akhirnya pemerintah bertindak tegas dengan menjalankan operasi militer. Akhirnya, Ibnu Hajar berhasil ditangkap pada bulan Juli 1963 dan dijatuhi hukuman mati.
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini sudah terjadi sejak tahun 1952 dengan Kahar Muzakar sebagai pemimpinnya. Awal mula munculnya DI/TII di Sulawesi Selatan adalah ketika Kahar Muzakar menempatkan laskar-laskar rakyat Sulawesi Selatan ke dalam APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Ia berkeinginan untuk menjadi pemimpin APRIS di wilayah Sulsel.
Untuk menjalankan keinginannya tersebut, ia menuliskan surat ke pemerintah pusat pada tanggal 30 April 1950. Namun, usulannya tersebut ditolak oleh pemerintah pusat dengan alasan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Kebijakan pemerintah tersebut membuat Kahar Muzakar tidak puas, dan pada tanggal 17 Agustus 1951 ia beserta pasukannya melarikan diri ke hutan.
Pada tahun selanjutnya, Kahar Muzakar menyatakan kalau Sulawesi Selatan telah menjadi anggota dari DI/TII. Pemerintah bereasksi dengan melakukan operasi militer. Pada akhirnya, pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditembak mati dan bulan Juli 1956 orang kedua setelahnya bisa ditangkap. Hal itu mengakhiri Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.
Pemberontakan DI/TII di Aceh
Daud Beureueh, adalah sosok penting dalam pemberontakan DI/TII di Aceh ini. Daud Beureueh menjadi pemimpin dari pasukan Aceh semasa perang kemerdekaan. Semula Aceh yang dijadikan sebagai daerah istimewa, diturunkan statusnya menjadi keresidenan di bawah provinsi Sumatra Utara. Hal itu ditentang oleh Daud Beureueh.
Selanjutnya, Ia memproklamirkan kalau Aceh menjadi bagian dari DI/TII dibawah pimpinan Kartosuwiryo. Pemerintah bereaksi dengan mengadakan 2 pendekatan, yaitu pendekatan persuasif dan operasi militer.
Akhirnya, pemerintah berhasil mengambil hati rakyat Aceh dan pada akhirnya Daud Beureueh diberi Amnesti dengan catatan bersedia kembali ke tengah masyarakat. Hal itulah yang menandai berakhirnya pemberontakan DI/TII di Aceh.
Setelah Indonesia melangsungkan proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, tidak lantas membuat Indonesia langsung terbebas dari berbagai macam peperangan. Oke, di sini kita akan membahas tentang latar belakang pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) nih.
Jadi peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh APRA ini meletus pada 23 Januari 1950 di Bandung. Pada saat itu APRA melakukan serangan dan menduduki Kota Bandung. RG Squad pastinya bertanya-tanya apa sih penyebabnya? Nah latar belakang pemberontakan APRA ini dipicu oleh adanya friksi dalam tubuh Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Friksi yang terjadi itu antara tentara pendukung unitaris (TNI) dengan tentara pendukung federalis (KNIL/KL).
Kalian tahu? Pemberontakan APRA ini menjadi tragedi politik dan ideologis nasional, tepatnya di masa perjuangan Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. APRA sendiri dipimpin oleh Raymond Westerling dan memiliki 800 serdadu bekas KNIL. Gerakan yang dipimpin oleh Raymond Westerling ini berhasil mengusai markas Staf Divisi Siliwangi, sekaligus membunuh ratusan prajurit Divisi Siliwangi.
Setelah mengusasi Siliwangi, Westerling bekerja sama dengan Sultan Hamid II merencanakan untuk menyerang Jakarta. Tujuannya adalah untuk menculik dan membunuh menteri-menteri Republik Indonesia Serikat (RIS) yang saat itu tengah bersidang. Tapi usaha yang direncanakan oleh Westerling itu bisa digagalkan lho. Semuanya itu berkat pasukan APRIS. APRIS mengirimkan kesatuan-kesatuannya yang berada di Jawa Tengah dan di Jawa Timur. Perdana Menteri RIS pada waktu itu Drs. Moh. Hatta, melakukan perundingan dengan Komisaris Tinggi Belanda dalam merespon hal tersebut.
Nah, berkat perundingan yang diadakan oleh Drs. Moh. Hatta dengan Komisaris Tinggi Belanda, akhirnya Mayor Jenderal Engels yang merupakan Komandan Tinggi Belanda di Bandung, mendesak Westerling untuk meninggalkan Kota Bandung. Berkat hal itu, APRA pun berhasil dilumpuhkan oleh pasukan APRIS.
Jadi begitulah latar belakang pemberontakan APRA di Indonesia Squad. Berkat tindakan Raymond Westerling ini, rakyat semakin menuntut untuk mengembalikan Indonesia ke bentuk negara kesatuan.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan terjadi beberapa kali pemberontakan. Setelah pemberontakan yang dilakukan oleh APRA pada 23 Januari 1950, terjadi lagi pemberontakan Andi Azis pada April 1950. Kira-kira bagaimana ya latar belakang hal ini bisa terjadi? Baca lengkapnya di bawah ini !
Jadi pada awal April 1950, pemberontakan Andi Azis terjadi di Makassar, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Pemberontakan ini dipimpin oleh Kapten Andi Azis sendiri, Ia merupakan mantan perwira KNIL dan baru diterima masuk ke dalam APRIS. Andi Azis bersama gerombolannya ingin mempertahankan Negara Indonesia Timur. Selain itu, hal ini juga dilatarbelakangi oleh penolakan terhadap masuknya anggota TNI ke dalam bagian APRIS.
Pada 5 April 1950, gerombolan Andi Azis mulai melancarkan serangan. Mereka menyerang serta menduduki tempat-tempat penting, selain itu mereka juga menawan seorang Panglima Teritorium Indonesia Timur, yaitu Letnan Kolonel A.J. Mokoginata. Mengetahui hal tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan ultimatum sebagai bentuk reaksi atas kejadian tersebut pada tanggal 8 April 1950.
Ultimatum yang dilayangkan isinya memerintahkan kepada Andi Azis untuk melaporkan diri sekaligus harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu ke Jakarta, Andi Azis diberi waktu selama 4 hari. Selain itu Andi Azis juga diminta untuk menyerahkan senjata beserta menarik pasukannya, dan diminta untuk membebaskan para sandera.
Reaksi dari Andi Azis seperti apa? Ternyata Andi Azis sama sekali tidak menggubris ultimatum tersebut. Nah, karena Andi Azis tidak menggubris, maka pemerintah langsung bereaksi dengan mengirim pasukan-pasukan ekspedisi. Pasukan ekspedisi mendarat di Makassar pada tanggal 26 April 1950 di bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang, pada saat itu terjadilah pertempuran.
Beberapa bulan kemudian tepatnya pada 5 Agustus 1950, pasukan Andi Azis secara tiba-tiba mengepung markas staf Brigade 10/Garuda Mataram di Makassar. Pengepungan itu tidak berangsur lama, pasukan TNI kemudian berhasil memukul mundur pasukan pemberontakan itu. Setelah bertempur selama 2 hari, KNIL/KL (pasukan pendukung Andi Azis) meminta berunding dengan TNI.
Begitulah latar belakang dibalik terjadinya pemberontakan Andi Azis. Pada akhirnya pihak pemerintah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan hasil perundingan dengan pihak KNIL.
Hai, kalian tahu nggak apa itu pemberontakan PRRI/Permesta ? Peristiwa ini merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting lho bagi bangsa Indonesia. Ada beberapa hal yang menjadi pemicunya, misalnya ketidakharmonisan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terutama di daerah Sumatera dan Sulawesi. Hal itu merupakan akibat dari masalah otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
PRRI adalah singkatan dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia, sementara Permesta adalah singkatan dari Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta. Pemberontakan keduanya sudah muncul saat menjelang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949. Akar masalahnya yaitu saat pembentukan RIS tahun 1949 bersamaan dengan dikerucutkan Divisi Banteng hingga hanya menyisakan 1 brigade saja. Kemudian, brigade tersebut diperkecil menjadi Resimen Infanteri 4 TT I BB. Kejadian itu membuat para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng merasa kecewa dan terhina, karena mereka merasa telah berjuang hingga mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia. Selain itu, ada pula ketidakpuasan dari beberapa daerah seperti Sumatera dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ini pun diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat rendah. Akibat adanya berbagai permasalahan tersebut, para perwira militer berinisiatif membentuk dewan militer daerah, sebagai berikut:
Selanjutnya membentuk Dewan Perjuangan dan sekaligus tidak mengakui kabinet Djuanda, maka terbentuklah kabinet PRRI. Pada tanggal 9 Januari 1958 para tokoh militer dan sipil mengadakan pertemuan di Sungai Dareh, Sumatera Barat. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah pernyataan berupa “Piagam Jakarta” dengan isi berupa tuntutan agar Presiden Soekarno bersedia kembali kepada kedudukan yang konstitusional, serta menghapus segala akibat dan tindakan yang melanggar UUD 1945 dan membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan. Selanjutnya Letnan Kolonel Ahmad Husein pada tanggal 15 Februari 1958 memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan perdana menteri Syafruddin Prawiranegara. Hal ini merupakan respon atas penolakan tuntutan yang diajukan oleh PRRI. Pada saat dimulainya pembangunan pemerintahan, PRRI mendapat dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat. Dengan bergabungnya PERMESTA dengan PRRI, gerakan kedua kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA.
Untuk menumpas pemberontakan, pemerintah melancarkan operasi militer gabungan yang diberi nama Operasi Merdeka, dipimpin oleh Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Operasi ini sangat kuat karena musuh memiliki persenjataan modern buatan Amerika Serikat. Terbukti dengan ditembaknya Pesawat Angkatan Udara Revolusioner (Aurev) yang dikemudikan oleh Allan L. Pope seorang warga negara Amerika Serikat. Akhirnya, pemberontakan PRRI/Permesta baru dapat diselesaikan pada bulan Agustus 1958, dan pada tahun 1961 pemerintah membuka kesempatan bagi sisa-sisa anggota Permesta untuk kembali Republik Indonesia.